Cendana Mahardika; Bagian Dua,

Rula
5 min readJul 6, 2023

--

Gadis Jelita Namanya Jani

"Jan, aku akan terus bercerita sampai tak ada seorang pun yang mendengarkan.”

Setelah mendengar perkataan Gadis perkara dia membalas perasaanku, aku menawarinya untuk menjadi pacarku. Gadis berkata untuk meminta izin terlebih dahulu kepada orangtuanya untuk mengajaknya berpacaran. Jujur saja aku takut. Bapaknya galak sekali.

Tapi, Wisnu–temanku yang sudah ahli menaklukan hati orangtua pacarnya pun mengajariku untuk menaklukan Bapaknya Gadis.

Katanya, aku harus membawa buah tangan. Wisnu juga memberitahuku kalau buah tangan yang paling umum diberikan adalah martabak atau sekiranya begitu, sampai ketika aku memberikan martabak tersebut kepada Bapak Gadis, aku hampir diusir!

Martabaknya ada isian kacang! Dan aku baru tahu kalau Bapaknya Gadis alergi terhadap kacang saat dia bertanya apakah martabak yang ku bawa mengandung kacang.

Aku hampir digebuk sendal jepitnya karena itu.

Tapi untungnya... Hehehe. Aku berhasil menaklukan hati Bapak Gadis. Bapaknya berkata agar aku menjaga Gadis dengan baik-baik. Pokoknya aku diberikan banyak petuah sampai aku mencatatnya di buku saku yang kubawa.

Sekarang, Gadis resmi menjadi pacarku.

Brak!

Aku melolongkan teriakan dan berjengit kaget saat mendengar suara gebrakan meja. Mendesis bagaikan ular begitu tahu Gusti pelakunya.

"Ngapain kau gebrak-gebrak meja begitu?"

"Harusnya aku yang bertanya, ngapain kau melamun sampai senyum senyum sendiri? Mikir jorok, ya?" Tuduh Gusti sambil menunjuk-nunjuk aku.

Aku memandangnya sinis, "aku tidak sepertimu ya!"

Gusti ini... Padahal dia yang demen mikir jorok tapi aku yang dituduh! Orang yang pernah baca majalah porno di kelas mengapa bisa menjadi temanku, sih?

Gusti menempeleng kepalaku pelan, "aku mana pernah mikir jorok? Kalau Wisnu dan yang lainnya ngomongin porno aja aku enggak pernah ikut-ikutan. Maaf aja nih." Gaya bicaranya itu lagak orang yang tak pernah menonton bokep selama hidupnya.

Aku menabok punggungnya kasar, "tapi kau pernah bawa majalah porno ke sekolah, goblok! Saat Wisnu punya video bokep yang baru aja, kau minta kan?"

Gusti terkekeh-kekeh menyadari bahwa perkataanku benar adanya. Dia bilang padaku kalau majalah pornonya yang dia bawa ke sekolah sudah disita.

"Tolol lu."

Itu saja yang kuucapkan pada Gusti setelah dia berbicara panjang lebar memperkirakan apakah majalah pornonya yang disita itu dilihat oleh guru juga?

Aku kan jadi penasaran.

"Menurut lu beneran dilihat sama guru gak?" Tanyaku penasaran.

Gusti mengendikan bahu, "bisa aja dilihat. Coba kau tanyakan nanti pada guru laki-laki yang lewat, apa mereka melihat majalah porno punyaku."

Sesaat aku ingin mengumpat pada Gusti.

"Dik, gimana saranku waktu itu? Berhasil?" Tanya Wisnu saat aku sedang menunggu Ibu kantin membuatkan mie ayam pesananku.

"Berhasil, bos! Makasih banyak ya. Kapan-kapan aku traktir bakso." Aku mengajaknya bersalaman ala orang penting.

Wisnu ini... Laki-laki terganteng setelah aku.

Eh aku bukannya terlalu percaya diri atau apa, tapi ibukku bilang sendiri kalau aku paling ganteng sedaerahku. Bukan seindonesia, tapi sedaerah karena menurut Ibukku masih ada lelaki yang gantengnya luarbiasa dibanding aku yaitu Bapakku.

Oke kembali lagi ke Wisnu. Dia ini ya udah ganteng, pinter juga, bapaknya orang kaya lagi! Cewek yang demen sama dia juga banyak banget. Mungkin kalau dia mau pacaran tinggal pilih aja satu, udah deh. Tapi dia orangnya setia! Nama pacarnya tuh kalau aku nggak salah ingat si Sarah.

Nah, Sarah ini dua tahun lebih tua dari aku dan yang lainnya. Dia udah lulus sekolah dan lagi kuliah. Emang Wisnu demennya sama kakak-kakak kuliahan dehh. Sayang banget degem-degem di sekolah pada patah hati karena Wisnu sudah punya pacar.

"Dek, ini mie ayamnya." Perkataan Ibu kantin memecahkan lamunanku. Aku mengambil mangkuk yang diberikan Ibu kantin dan membayarnya. Sebelum aku pergi duduk, aku terlebih dahulu mengambil kerupuk pangsit yang lumayan banyak (maklum kerupuknya gratis) dan berpamitan pada Wisnu yang masih menunggu mie ayamnya dibuat.

"Bos, aku duluan ya. Udah ditunggu pacarku, tuh." Sembari menunjukkan tempat Gadis duduk.

"Yo! Dah sana-sana."

Kalau kalian bertanya mengapa aku memanggil Wisnu dengan sebutan 'bos' aku akan menjawabnya. Karena dia orang kaya. Jadi anak-anak di kelasku manggil dia seperti itu semua. Walaupun begitu, dia enggak tengil seperti kalimat legendaris Kasino Warkop yang diucapkannya pada film gengsi dong.

"Gadissss maaf nunggu lama." Kataku pada Gadis yang sudah duduk manis sambil membuka kotak bekalnya.

Gadis melihatku yang menaruh semangkuk mie ayam di meja,
"Kamu makan mie ayam lagi?"

"Ya abisnya mie ayam Ibu kantin juara tau. Enak banget."

"Tapi kamu kemarin dan kemarinnya lagi juga belinya mie ayam mulu, duh. Besok aku buatkan bekal deh supaya makanmu bergizi." Ucap Gadis sambil mengomel padaku.

"Serius kamu mau buatin aku bekal?"

Gadis mengangguk menjawab pertanyaanku, duhhhh!! Nikmat apa lagi yang kamu dustakan? Senangnya dibuatin bekal sama pacar hehehe.

"Tapi kamu harus bantu aku belanja ke pasar. Awas loh kalau lupa." Gadis melirikku dengan tatapan mengancam yang membuatku segera tersenyum dan menganggukan kepala.

"Oh ya, kemarin aku baru saja baca fakta menarik tauuu." Aku mengalihkan topik percakapan.

Gadis dengan mulutnya yang penuh dengan makanan tidak menjawab perkataanku, tetapi dia menatapku dengan penasaran.

Aku menyuap mie ayamku terlebih dahulu dan mengunyahnya sampai tertelan ke dasar lambungku. "Jadi kemarin saat aku baru baca-baca buku Abangku. Aku menemukan fakta menarik kalau ternyataaa Chairil Anwar keponakan Sutan Sjahrir." Aku berbicara dengan antusias.

"Tunggu. Ini Sjahrir yang pernah menjabat perdana menteri itu kan? Serius kamu? Aku baru tahu." Tatap Gadis dengan tak percaya.

"Benerrr! Emang sepertinya tak banyak buku yang memberitahukan kalau Chairil ternyata keponakan Sjahrir. Aku aja kaget." Ucapku sembari mengambil tisu yang diletakan diatas meja dan menariknya mendekati bibir Gadis yang belepotan saus.

Gadis agak kaget saat aku membersihkan saus yang ada di sudut bibirnya, "oh makasih."

Aku mengangguk dan lanjut makan lagi sembari kembali mendengar celotehan-celotehan gadisku yang bertanya-tanya tentang bagaimana bisa Chairil menjadi keponakan Sjahrir dan sesekali menimpalinya dengan informasi yang aku tahu.

"Ternyata juga si Chairil pernah numpang di rumahnya Sjahrir. Waktu itu Chairil dan Ibunya pergi ke Jakarta dan mereka belum punya tempat tinggal sendiri di Jakarta. Alhasil mereka tinggal di rumah Sjahrir." Kataku memberitahu fakta menarik lainnya.

Gadis mengerutkan kening, bertanya-tanya, "si Chairil kan sifatnya agak tengil dan... Sedikit kurang ajar kadang, lalu dia tinggal di rumah Bung Kecil, gimana caranya Bung Kecil mengawasi anak itu?"

Aku terkekeh mendengar kalimat Gadis, seolah-olah Chairil adalah anak yang serampangan dan tak bisa diatur. Walaupun nyatanya memang begitu.

"Entahlah aku juga bingung, tapi ada satu kisah yang menarik ketika Chairil tinggal di rumah Sjahrir."

Gadis memandangku dengan mata yang berbinar-binar. Duh gemas sekali, sih.

Aku mengaduk es tehku dan mengambil es batu untuk aku kunyah, sembari melirik Gadis yang sudah tak sabar mendengar ceritaku. Setelah es batu yang aku kunyah mencair, aku mulai bercerita.

"Jadi, dulu ketika Sjahrir sedang mengadakan rapat penting di rumahnya. Chairil masuk ke dalam rumah dengan gaya slengean, dia berjalan menuju meja Sjahrir dan mengambil beberapa batang rokok.
Kamu tahu apa yang ia katakan setelahnya?" Aku bertanya pada Gadis yang memangkukan dagunya di tangan.

"Mungkin dia berkata aku cuma mau ambil rokok, kok." Jawab Gadis dengan nada bercanda.

Aku tersenyum menanggapinya, "tepat sekali. Chairil waktu itu bilang begini 'selamat pagi bapak perdana menteri, ada yang penting rupanya. maaf saya interupsi, aku kesini hanya untuk mengambil ini kok' begitu sambil mengambil rokok."

Gadis terkekeh mendengar ceritaku, "memang sepertinya tengil sekali lagaknya." Ujar Gadis sembari melanjutkan makannya yang tersisa.

"Aku jadi penasaran besok kamu mau membawakan cerita apalagi..." Lanjut Gadis berbicara.

"Coba tunggu saja. Yang pasti cerita yang akan kubawakan pasti menarik." Jawabku dengan percaya diri.

"Aku senang sekali mendengar kamu bercerita begini, Dik. Sangat menghibur.” Gadis menghentikan ucapannya dan memandangku sambil tersenyum lebar sampai giginya yang kecil-kecil seperti biji tomat itu terlihat.

Aku balas tersenyum padanya. "Aku akan terus bercerita kalau kamu mau.”

"Kalau enggak ada orang yang mendengarkan bagaimana?”

"Jan, aku akan terus bercerita sampai tak ada seorang pun yang mendengarkan.”

***

Berlanjut ke Bagian Tiga;

https://medium.com/@writerula/cendana-mahardika-bagian-tiga-67258e901ba7

--

--

Rula

suka nulis dan sedang belajar untuk menulis dengan baik.