Pikiran Tentang Kematian

Rula
2 min readOct 4, 2023

--

Kadangkala aku berpikir, apakah kematian memang semenakutkan itu? Kesepian yang dirasakan ketika kita sudah tak lagi mendengar hiruk-pikuk dunia yang ramai ini.

Bagaimana kehidupan setelah kematian? Apa yang akan terjadi setelah kita mati? Ada apa saja yang menunggu kita setelah kita melewati jembatan penghubung dunia-akhirat?

Dan jika aku mati, berapa banyak orang yang akan menangis akan kepergianku? Oh. Lebih tepatnya adalah, apakah ada orang yang akan menangis akan kepergianku? Apakah ada orang yang akan mengingatku sebagai orang yang pernah ada dalam hidup mereka?

Dunia yang penuh keramaian ini pada akhirnya akan kita tinggalkan menuju lorong-lorong kesepian yang gelap dan hening. Tidak ada lagi sorakan senang anak-anak yang bermain bola bersama teman-temannya, tidak ada lagi deru-deru kendaraan yang tiap kali melewati jalanan berdebu itu, tidak ada lagi suara goresan pensil, tidak terdengar lagi suara-suara orang terdekatmu dan tidak ada lagi suara-suara yang saling campur jadi satu ketika kita berada di keramaian.

Bahkan mungkin kita sudah tak ingat kenangan-kenangan ketika kita masih berada di dunia yang fana.

Hanya ada keheningan yang begitu dalam. Sampai-sampai kita terlalu takut tuk sekedar buka suara. Terlalu takut kalau-kalau kita tidak bisa berbicara.

Dalam dunia yang kotor dengan kekejaman, ketidakadilan, kejahatan, bahkan matipun mungkin lebih baik.

Walaupun begitu, aku takut mati.

Belum tentu masuk surga.

Tapi di dunia pun pilihan yang buruk, kita tak tahu berapa banyak dosa lagi yang kemungkinan dilanggar pada tahun-tahun berikutnya selagi kita bertambah umur, entah sengaja ataupun tidak. Sampai akhirnya kita merasakan panasnya neraka.

Mungkin.

Tidak bisa bunuh diri. Bego aja menambah dosa.

Memang paling betul, nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, aku setuju dengan kalimat ini. Bukan berarti aku tidak bersyukur bisa diberikan hidup. Jika tidak dilahirkan, kita tak perlu bahagia untuk hal-hal kecil, tak perlu marah kepada orang-orang yang membuatmu kesal hari itu, tak perlu menangis karena kamu kehilangan orang terdekatmu. Kita tak perlu merasakan itu semua. Jika kita tidak dilahirkan, kita tidak akan merasakan emosi-emosi itu semua. Dan pada saat-saat tertentu, aku menginginkan ketika aku tak perlu merasakan semua itu.

Lalu kalimat berikutnya, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, aku juga setuju dengan kalimat ini, dengan catatan paling tidak mati muda di umur 0 sampai 10 atau 12 tahun ketika masih anak-anak. Jiwa anak-anak tentunya masih suci, dan belum menanggung dosa yang begitu besar. Menurutku itu adalah hal yang menguntungkan.

Lalu apa yang terjadi kalau mati muda di umur 20 tahunan? Tak apa. Nanti bisa bertemu dengan Chairil Anwar dan Soe Hok Gie.

Kalimat terakhir, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Aku setuju. Coba bayangkan, kita harus hidup di dunia yang kejam ini sampai berpuluh tahun. Pastinya juga tiap tahun kita tidak sengaja ataupun sengaja menimbun dosa. Lalu tiba saatnya kita mati, dengan dosa yang begitu melimpah. Sangat menyeramkan.

Ku sudahi pengetikan narasi ini, semoga narasi yang kamu baca ini dapat menghibur, terimakasih.

--

--

Rula

suka nulis dan sedang belajar untuk menulis dengan baik.